ABSTRAK
Kewaspadaan
isolasi adalah bagian dari program pencegahan dan pengendalian infeksi yang
tidak hanya bisa dilakukan di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan lainnya namun
perlu diajarkan kepada warga masyarakat. Kewaspadaan Isolasi sangat penting
dilakukan baik pada saat terjadi wabah / kejadian luar biasa maupun pada saat
tidak terjadi wabah/ KLB yang harus bisa diterapkan setiap saat, kapan saja, dimana
saja dan oleh siapa saja.
Kewaspadaan
Isolasi sangat penting dilakukan dalam upaya menekan atau menurunkan angka
kejadian infeksi terhadap kejadian HAIs maupun penyakit menular/
Penyakit Infeksi Emerging. Tidak ada yang bisa memprediksi sampai kapan kita
akan bebas dari ancaman kejadian HAIs maupun penyakit menular/ penyakit infeksi
emerging. Hal ini jelas akan menjadi masalah kesehatan tidak hanya di Indonesia
tetapi juga menjadi masalah di dunia.
Dengan
semakin banyaknya jenis penyakit menular/ Penyakit Infeksi Emerging akan
membuat fasilitas Kesehatan menghadapi berbagai tantangan untuk bisa melakukan
berbagai macam upaya.
Ketika
Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya tidak mampu menghadapinya, tentu akan
berdampak buruk terkait penanganan penyakit menular yang menjadi perhatian masyarakat
global, karena kasusnya yang terus meningkat dengan cepat.
Sebagai
lembaga pemberi pelayanan Kesehatan, Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan
Kesehatan lainnya bukan hanya memberikan pelayanan kuratif saja tetapi juga
harus bisa memberikan pelayanan promotive dan preventif dengan menerapkan
Kewaspadaan Isolasi secara konsisten dan didasari komitmen oleh seluruh petugas
kesehatan.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Mpox (
Monkeypox ) merupakan emerging zoonoses
yang disebabkan monkeypox virus (MPXV), anggota genus Orthopoxvirus
dalam keluarga Poxviridae. Mpox pertama kali ditemukan tahun 1958
di Denmark Ketika ada dua kasus seperti cacar pada koloni kera yang dipelihara
untuk penelitian, sehingga cacar ini dinamakan “Cacar Monyet/mpox“. Mpox
pada manusia pertama kali ditemukan di Republik Demokratik Kongo ( Zaire/DRC )
tahun 1970. Penyakit ini memiliki gejala sangat mirip dengan kasus smallpox
yang pernah dieradikasi tahun 1980. Walaupun gejalanya lebih ringan daripada smallpox,
namun mpox menyebar secara sporadic dan menjadi endemis di beberapa
wilayah di Afrika, terutama di Afrika Tengah dan Barat. Penyakit ini dapat
bersifat ringan dengan gejala yang berlangsung 2 – 4 minggu, namun bisa
berkembang menjadi berat dan bahkan kematian (Tingkat kematian 3- 6 %).
Sejak
Mei 2022, mpox menjadi penyakit yang menjadi perhatian Kesehatan
Masyarakat global karena kasus meningkat cepat yang dilaporkan dari negara non
endemis. Pada tanggal 23 Juli 2022, dengan mempertimbangkan penyebaran penyakit
ini, maka Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia/ World Health Organization
(WHO) menetapkan mpox menjadi Public Health Emergency of
International Concern (PHEIC)/ Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang
Meresahkan Dunia (KKMD). Per 10 Januari
2023, telah dilaporkan 84.415 kasus dari 10 negara dengan 76 kematian.
Sejak
14 Agustus 2024, WHO Kembali menetapkan mpox sebagai Public Health
Emergency of International Concern (PHEIC) atau level peringatan kesehatan
tertinggi yang menjadi perhatian global, karena total 99 ribu mpox dengan 208
kematian diseluruh dunia. Terdapat varian Mpox dengan Tingkat virulensi yang
tinggi serta menyebabkan gejala berat. Penyebaran telah sampai ke Asia
Tenggara. Di Indonesia sendiri sudah terdapat 88 kasus konfirmasi mpox.
Etiologi,
Host dan Reservoir
Penyebab
mpox adalah monkeypoxvirus (MPXV) yang tergolong dalam genus
Orthopoxvirus dalam famili Poxviridae. Secara umum, orthopoxvirus
terdiri dari 4 bagian besar, yaitu inti virus, bagian lateral, membrane luar
dan selubung lipoprotein luar.
Penularan
kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan hewan ataupun manusia
yang terinfeksi, atau melalui benda yang terkontaminasi oleh virus tersebut.
Virus masuk kedalam tubuh melalui kulit yang luka/ terbuka (walaupun tidak
terlihat), saluran pernapasan atau selaput lendir (mata, hidung atau mulut). Di
negara endemis, penularan ke manusia dapat terjadi melalui gigitan atau
cakaran, mengolah daging hewan liar, kontak langsung dengan cairan tubuh atau
bahan lesi atau kontak tidak langsung dengan bahan lesi melalui benda yang
terkontaminasi, droplet (dan potensi penularan aerosol/ airborne dalam
jarak dekat pada kontak erat dalam waktu yang lama), pada Tindakan medis yang menghasilkan
aerosol (inhalasi/ nebulizer dan Tindakan invasive lainnya
seperti intubasi, suctioning, swab orofaring. Penularan juga
dapat terjadi melalui placenta dari ibu ke janin yang menyebabkan mpox
bawaan atau kontak erat selama dan setelah kelahiran. Belum diketahui apakah
infeksi dapat menyebar melalui cairan ketuban, ASI atau darah.
Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Mpox
ditularkan melalui kontak langsung dengan lesi atau cairan tubuh dan kontak
tidak langsung melalui benda atau permukaan yang terkontaminasi lesi atau
cairan tubuh dan droplet. Tenaga Kesehatan yang merawat pasien suspek, probable
atau konfirmasi mpox harus menerapkan kewaspadaan kontak dan droplet.
Pada Tindakan tertentu yang menghasilkan aerosol (inhalasi/ nebulizer)
dan Tindakan invasive lainnya seperti melakukan intubasi, suctioning, swab
orofaring perlu dilakukan penambahan kewaspadaan airborne. Tindakan
pencegahan ini berlaku di setiap fasyankes. Tenaga Kesehatan harus selalu
menerapkan prinsip kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standar
dan kewaspadaan berdasarkan transmisi (kontak, droplet dan airborne)
Kewaspadaan
standar meliputi :
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Kebersihan
tangan
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Etika
batuk dan bersin
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Penempatan
Pasien
<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Alat
pelindung diri (APD)
<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Teknik
Aseptik
<!--[if !supportLists]-->6. <!--[endif]-->Prinsip
penyuntikan aman dan pencegahan tertusuk jarum
<!--[if !supportLists]-->7. <!--[endif]-->Pembersihan
lingkungan dan desinfeksi
<!--[if !supportLists]-->8. <!--[endif]-->Penanganan
laundry dan linen
<!--[if !supportLists]-->9. <!--[endif]-->Dekontaminasi
dan pemrosesan alat re-use
<!--[if !supportLists]-->10. <!--[endif]-->Manajemen
limbah infeksius
Ketentuan
PPI di Fasyankes ;
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Skrining
dan Triase. Dapat dilakukan secara telemedisin, sediakan masker bedah dan
handrub berbasis alcohol diarea sekitar skrining dan triase.Gunakan APD yang
sesuai jika menyentuh pasien (sarung tangan, gaun, masker bedah dan pelindung
mata). Hindari kerumunan dan jarak antar pasien minimal 1 meter. Kewaspadaan
airborne harus dilakukan jika terdapat dugaan adanya infeksi oleh varicella
zoster virus atau campak.
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->PPI
pada Pasien Suspek Mpox. Lakukan prinsip kewaspadaan kontak dan droplet
dengan melakukan 6 langkah dan lima moment kebersihan tangan serta sebelum
dan setelah memakai APD. Tempatkan pasien di ruang isolasi single room dengan
ventilasi yang baik dan terdapat kamar mandi. Gunakan alaskaki tertutup yang
dapat didekontaminasi tidak disarankan memakai penutup sepatu sekali pakai.
Pasien harus memakai masker bedah, edukasi tentang etika batuk dan bersin.
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->PPI
pada Pasien Terkonfirmasi Mpox. Lakukan prinsip kewaspadaan kontak dan
droplet, bila ada resiko penularan melalui udara/ airborne, maka dapat
dipertimbangkan menggunakan respirator. Lakukan kebersihan tangan sesuai 5 saat
kebersihan tangan serta sebelum dan sesudah memakai APD. Tempatkan pasien pada
ruang isolasi single room atau dengan system kohorting dengan jarak
antar tempat tidur minimal 1 meter. Tandai pintu masuk ruang isolasi dengan
tanda kewaspadaan isolasi kontak, droplet dan airborne. Petugas
Kesehatan harus memakai APD sebagai berikut: sarung tangan, gaun, masker bedah/
respirator (jika melakukan Tindakan medis yang menghasilkan aerosol misal N
95) dan pelindung mata. Tutup lesi terbuka saat ada orang lain didalam
ruang perawatan dan jika tidak ada kontra indikasi pada pasien. Hindari
perpindahan pasien jika tidak perlu.
Prosedur
pembersihan area fasyankes yang sering dipakai oleh pasien untuk beraktifitas :
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Kenakan
APD (sarung tangan rumah tangga, gaun, masker bedah/ respiratorik dan pelindung
mata. Gunakan pelindung kaki yang dapat didekontaminasi dan dilarang
menggunakan penutup sepatu sekali pakai.
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Bersihkan
seluruh permukaan dengan sabun dan air dan diikuti dengan desinfektan misalnya
klorin
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Untuk
mencegah kontaminasi silang, pembersihan harus dimulai dari lokasi yang paling
bersih menuju ke area yang lebih kotor dan dari arah atas ke bawah.
<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Pembersihan
harus dilakukan lebih sering pada area yang sering disentuh
<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Gunakan
peralatan kebersihan sekali pakai atau jika menggunakan alat pakai ulang harus
selalu dibersihkan terlebih dahulu dengan desinfektan sebelum digunakan di area
pasien yang lain.
Rekomendasi
pembersihan dan penanganan linen, pakaian rumah sakit, handuk dan bahan kain
lainnya :
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Linen
harus digulung dan diangkat secara hati- hati, masukkan ke dalam kontainer
tertutup khusus linen infeksius untuk dibawa ke laundry.
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Linen
dapat dicuci dengan mesin cuci dengan air panas pada suhu > 60 derajat
Celcius dengan detergen dan dikeringkan sesuai prosedur rutin atau direndam
dengan larutan desinfektan (klorin) dan dibilas dengan air bersih dan
dikeringkan
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Petugas
loundri harus selalu mamatuhi prinsip kewaspadaan transmisi dengan cara
meminimalkan menyentuh linen, tidak mengibaskan linen atau loundri. Kenakan
sarung tangan, apron atau gaun, masker bedah (jika ada resiko penularan secara airborne
dapat dipertimbangkan menggunakan respirator dan pelindung mata.
Penanganan
Limbah/ Sampah
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Sampah/
limbah harus dipilah sesuai jenis limbahnya (sampah umum, infeksius, benda
tajam) dan ditempatkan ditempat yang sesuai.
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Manajemen
limbah harus dilakukan dengan mengikuti panduan setempat
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Tenaga
Kesehatan menggunakan APD yang sesuai (gaun, sarung tangan rumah tangga, masker
bedah dan pelindung mata) selama menangani sampah.
Visitasi
/ Penjengukan
Pasien
mpox tidak diizinkan untuk menerima kunjungan. Apabila pasien memerlukan
dukungan penunggu, maka penunggu akan diperlakukan sebagai kontak erat.
Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Komunitas
Isolasi
Mandiri
Berikut
tata cara untuk melakukan isolasi mandiri hingga pasien dinyatakan sembuh :
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Isolasi
diri di ruang atau area terpisah dari anggota keluarga lain.
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Jika
kamar mandi digunakan bersama maka pastikan untuk selalu menjaga kebersihan
tangan sebelum dan sesudah menggunakan kamar mandi. Bersihkan dan desinfeksi
permukaan yang sering disentuh.
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Hindari
kontak erat dengan anggota keluarga yang tidak terinfeksi sampai semua lesi
kulit menjadi krusta, mengelupas dan tumbuh lapisan kulit baru.
<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Tidak
melakukan aktifitas seksual yang melibatkan kontak fisik langsung dengan orang
lain.
<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Hindari
penggunaan alat pribadi (alat makan, linen, baju, handuk dll) secara
bersama-sama tanpa dicuci terlebih dahulu menggunakan air dan sabun.
<!--[if !supportLists]-->6. <!--[endif]-->Hindari
mencukur rambut pada bagian tubuh yang menunjukkan lesi kulit untuk mencegah
penyebaran virus.
<!--[if !supportLists]-->7. <!--[endif]-->Lapisi
benda- benda berpori atau furniture dengan lapisan penutup kedap air, kain
tebal atau sejenisnya
<!--[if !supportLists]-->8. <!--[endif]-->Hindari
kontak dengan binatang (khususnya mamalia), termasuk kontak binatang dengan
benda- benda yang berpotensi terkontaminasi secret kulit pasien.
<!--[if !supportLists]-->9. <!--[endif]-->Lakukan
kebersihan tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir atau menggunakan
cairan berbasis alcohol (hand sanitizer) setelah menyentuh permukaan/
barang yang terkontaminasi.
<!--[if !supportLists]-->10. <!--[endif]-->Jika
pasien harus keluar rumah untuk tujuan perawatan medis, tutup semua lesi kulit
dengan cara mengenakan baju lengan panjang, celana panjang, masker medis dan
menutup semua lesi kulit lain dengan kasa steril untuk daerah yang tidak
tertutup pakaian.
<!--[if !supportLists]-->11. <!--[endif]-->Sebisa
mungkin pasien harus mengganti sendiri bandage penutup lukanya dengan
menggunakan sarung tangan. Jika dilakukan oleh orang lain maka hindari kontak
semaksimal mungkin dan gunakan sarungtangan disposable serta masker bedah.
Segera cuci baju yang dikenakan, buang sarung tangan ke tempat sampah dan
segera cuci tangan.
<!--[if !supportLists]-->12. <!--[endif]-->Bagi
Caregiver diutamakan memiliki status kesehatan yang baik dan tidak
memiliki penyakit kronis. Jika terpaksa melakukan kontak fisik dengan pasien mpox,
pastikan terdapat ventilasi yang baik, memakai masker bedah dengan benar dan
memakai sarung tangan sekali pakai, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan orang terinfeksi/ benda terkontaminasi, pemantauan gejala selama 21 hari
setelah paparan terakhir.
<!--[if !supportLists]-->13. <!--[endif]-->Follow
up kondisi klinis pasien dilakukan dengan alternatif sehingga tidak melakukan
visit secara langsung (Misalnya telemedicine, telepon)
<!--[if !supportLists]-->14. <!--[endif]-->Tata
cara menangani pembersihan linen, permukaan benda dan pembuangan sampah : linen
dan laundry harus diangkat dan digulung dengan hati- hati dilarang untuk
mengibaskan. Lakukan pencucian secara terpisah dengan yang lain. Peralatan dan
permukaan benda dibersihkan dengan sabun dan air, lakukan pembersihan lebih
sering pada permukaan yang sering disentuh. Ketika membersihkan rumah, hindari
penggunaan sapu atau vacuum cleaner (kecuali vacuum with a
high-efficiency filter), Metode wet cleaning lebih dianjurkan.
Sampah dimasukkan ke dalam kantong tersendiri dan diikat secrara kuat.
KESIMPULAN
Penerapan Kewaspadaan Isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi (kontak, droplet dan aiborne) harus dilakukan di fasilitas pelayanan Kesehatan untuk memutus mata rantai penularan infeksi. Perilaku individu sangatlah penting agar penerapannya dapat dilakukan secara optimal. Peran petugas dalam kegiatan promotive dan preventif sangat dibutuhkan untuk mencegah penyebaran infeksi semakin meluas.
Referensi
:
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->World
Health Organization.Mpox (Monkeypox).
Available at: https://www.who.int/health-topics/monkeypox
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->PMK
No 27/tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasyankes
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Kementerian
Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian MPOX (MONKEYPOX).
Jakarta: 2023
<!--[if !supportLists]-->4.
<!--[endif]-->Perhimpunan Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) Kementerian Kesehatan, tentang
Perkembangan MPOX Sebagai Darurat Kesehatan Internasional.
Komentar